Timeline Sejarah Tanjung Benoa: 500 Tahun Transformasi

Bagikan

komentar

14 menit baca

Bayangkan sebuah pelabuhan kecil di tahun 1546 yang ramai dengan kapal-kapal pedagang China berlabuh untuk berdagang keramik dan kain sutra. Siapa yang menyangka bahwa tempat sederhana ini akan berubah menjadi salah satu destinasi wisata bahari paling terkenal di Indonesia?

Daftar Isi:

Tanjung Benoa telah mengalami transformasi luar biasa selama hampir 500 tahun, dari pelabuhan perdagangan menjadi perkampungan nelayan, dan kini berkembang pesat sebagai pusat watersport terlengkap di Bali. Mari kita telusuri timeline sejarah Tanjung Benoa, perjalanan panjang kawasan unik ini yang menyimpan jejak histori dari lima etnis berbeda dan menjadi contoh harmoni budaya yang langka di Indonesia.

Timeline Sejarah Tanjung Benoa
Timeline Sejarah Tanjung Benoa

Awal Mula Sejarah Tanjung Benoa: Era Pelabuhan Benua (1546)

Catatan sejarah Tanjung Benoa mulai tercatat sekitar tahun 1546, ketika kawasan pantai ini menjadi pelabuhan kecil yang dikenal dengan nama “Benua”. Pada masa itu, lokasi strategis Tanjung Benoa sebagai pelabuhan alami menjadikannya tempat persinggahan ideal bagi pedagang dan pelaut dari berbagai daerah.​ [1]

Nama “Benoa” sendiri diyakini berasal dari kata “Benua” yang dalam konteks lokal memiliki arti “perahu” atau “pelabuhan”. Ketika digabungkan dengan kata “Tanjung” yang merujuk pada bentuk geografis berupa daratan yang menjorok ke laut, maka “Tanjung Benoa” dapat diartikan sebagai “tanjung yang berfungsi sebagai pelabuhan” atau “semenanjung tempat berlabuhnya perahu”. Interpretasi ini sangat sesuai dengan fungsi historis kawasan ini sebagai pelabuhan penting pada masa lampau.​ [2]

Pada awalnya, laut Tanjung Benoa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mencari ikan, terumbu karang, pasir, dan rumput laut. Kawasan ini masih berupa daerah kosong yang belum dihuni oleh masyarakat Bali.​

Kedatangan Etnis Tionghoa dan Berdirinya Klenteng Caow Eng Bio (Abad ke-16)

1. Para Pelaut Hainan Tiba di Teluk Tanjung Benoa

Etnis Tionghoa merupakan kelompok pertama yang bermukim di Tanjung Benoa. Menurut Bendesa Adat Tanjung Benoa, hal ini dapat dilihat dari keberadaan klenteng yang telah dibangun lebih dari 400 tahun yang lalu. Para pelaut dari Pulau Hainan, China, berlindung di Teluk Tanjung Benoa dari hantaman angin topan (badai) saat melakukan pelayaran perdagangan.​

Awalnya, masyarakat Tionghoa datang ke Tanjung Benoa untuk tujuan perdagangan, baik untuk menjual benda-benda antik maupun benda khas Tiongkok seperti kain sutra, keramik, giok, dan guci. Mereka berkunjung ke Tanjung Benoa karena lokasi geografisnya yang dikelilingi laut dan masyarakat Tionghoa pada masa itu sering melakukan pelayaran dalam berdagang menggunakan perahu yang disebut “Wangkang”.​

2. Pembangunan Klenteng Caow Eng Bio (1548)

Setelah banyak pedagang Tionghoa yang memilih menetap di kawasan ini, mereka membangun tempat ibadah. Klenteng Caow Eng Bio didirikan sekitar tahun 1548, menjadikannya klenteng tertua di Bali dan kelima tertua di Indonesia. Pada awalnya, hanya ada tempat sembahyang kecil untuk para pelaut Hainan yang singgah 2-3 bulan di Teluk Tanjung Benoa sebelum kembali ke China.​ [3]

Klenteng Caow Eng Bio
Klenteng Caow Eng Bio

Klenteng ini didedikasikan kepada Dewi Shui Wei Shen Niang (Dewi Laut) yang diyakini sebagai pelindung para pelaut, serta 108 Bersaudara dari Hainan. Yang menarik, Caow Eng Bio adalah satu-satunya klenteng di Indonesia yang memiliki patung Dewi Laut Shui Wei Shen Niang, di mana patung sejenis hanya ada di empat negara lainnya di dunia: China, Thailand, Malaysia, dan Singapura.​

3. Pemberian Lahan oleh Raja Badung (Sekitar 1800-an)

Sekitar tahun 1800, bangunan fisik klenteng mulai dibangun secara permanen dengan gaya arsitektur Tionghoa. Lahan kelenteng ini diberikan oleh Raja Badung Ida Cokorda Pemecutan ke-10 sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat Hainan. Pada tahun 1879, dibuat prasasti di depan klenteng yang mencantumkan nama-nama marga dari para dermawan yang ikut mendirikan kelenteng ini.​ [4]

Kedatangan Etnis Bali dari Klungkung (Abad ke-17)

Etnis Bali dari Klungkung baru datang pada abad ke-17, setelah kedatangan masyarakat Tionghoa. Mereka tinggal menyebar di seluruh lingkungan di Tanjung Benoa dan akhirnya menjadi etnis yang dominan. Pada masa ini, masyarakat Bali mulai membangun pura-pura sebagai tempat ibadah Hindu, termasuk Pura Dalem Tengkulung Benoa, Pura Segara, Pura Desa dan Puseh, serta Pura Dalem Ning dan Pura Taman Beji.​ [5]

Pura Dalem Ning
Pura Dalem Ning

Pura Dalem Tengkulung memiliki cerita unik dalam sejarahnya. Menurut cerita turun temurun, pura ini berkaitan dengan peristiwa di mana seorang anggota keluarga puri atau kerajaan yang sedang membersihkan areal hutan pohon camplung menaruh topi nelayan (capil), namun angin kencang menerbangkan capil tersebut. Pura ini kini sering dijadikan tempat untuk memohon taksu, terutama bagi pragina (seniman) dan balian (paranormal). [6]

Era Perkampungan Nelayan Multietnis (1900-an – 1970-an)

1. Kedatangan Etnis Bugis (Sekitar 1950-an)

Etnis Bugis merupakan etnis ketiga yang datang dan menetap di Tanjung Benoa. Menurut Kelian Banjar Panca Bhinneka, etnis Bugis diperkirakan datang sekitar tahun 1950-an, kemungkinan karena adanya pemberontakan di Sulawesi pada masa itu. Mereka datang menggunakan kapal yang disebut “Kapal Bugis Sawerigading” atau Kapal Pinisi.​ [7]

Kapal Pinisi
Kapal Pinisi

Masyarakat Bugis yang datang terlebih dahulu membangun fasilitas peribadatan berupa Masjid Jami’ Mujahidin sekitar tahun 1950-an. Mereka membangun permukiman di sekitar masjid dan seluruh lingkungan Banjar Panca Bhinneka, Desa Adat Tanjung Benoa.​ [8]

2. Kedatangan Etnis Jawa (Setelah Etnis Bugis)

Etnis Jawa datang tidak lama setelah etnis Bugis, diperkirakan sekitar 10 tahun kemudian. Tahun pasti kedatangan etnis Jawa masih belum diketahui dengan jelas. Permukiman etnis Jawa bergabung dengan etnis Bugis karena sama-sama membangun permukiman dekat dengan Masjid.​ [9]

3. Kedatangan Etnis Palue dari Flores (Sekitar 1970-an)

Etnis Palue merupakan etnis dengan jumlah yang paling sedikit. Etnis yang berasal dari Flores ini datang sekitar tahun 1970-an. Mereka datang karena Tanjung Benoa membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk menyelam serta melakukan pekerjaan di laut.​

Dengan lima etnis yang berbeda (Tionghoa, Bali, Bugis, Jawa, dan Palue), Tanjung Benoa menjadi contoh harmoni multikultural yang unik. Hingga kini, kelima kelompok etnis ini hidup berdampingan dalam suasana sosial yang harmonis dan dinamis. [10]

Awal Era Wisata Tirta (1973-1985)

1. Pengenalan Konsep Watersport oleh Amir Sarafudin (1973)

Tahun 1973 menjadi titik balik penting dalam sejarah Tanjung Benoa. Seorang investor bernama Amir Sarafudin, yang merupakan prajurit TNI AL, mempunyai gagasan untuk membuat olahraga air atau yang lebih dikenal dengan istilah watersport. Awalnya hanya ada fasilitas Jet Ski dan Banana Boat.​ [11]

Kemudian untuk pertama kalinya parasailing diperkenalkan pada masyarakat Tanjung Benoa, namun tidak diterima positif oleh masyarakat. Setelah berjalan cukup lama dan menjalani training staf selama 3 bulan, barulah masyarakat menerima kehadiran aktivitas parasailing tersebut.​ [12]

Bagi yang ingin pesan voucher watersport Tanjung Benoa, silakan kontak kami melalui WhatsApp ya.

2. Pembangunan BTDC (Bali Tourism Development Corporation) di Nusa Dua (1973-1980)

Pada tahun 1973, pemerintah Indonesia mendirikan BUMN PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) yang lebih dikenal dengan nama Bali Tourism Development Corporation (BTDC). BTDC bertugas untuk menyiapkan lokasi pembangunan, menyiapkan cetak biru yang lebih terperinci, dan menciptakan infrastruktur standar internasional yang dapat menarik minat investor ke kawasan Nusa Dua.​ [13]

Pada awal tahun 1980-an, ketika di kawasan BTDC dibangun 14 hotel, masyarakat dan para perencana kawasan Tanjung Benoa penuh diliputi tanda tanya: “Desa Tanjung Benoa yang terletak di sebelah utara BTDC akan diapakan?”. Berangkat dari pertanyaan ini, muncullah berbagai usulan, terutama untuk memanfaatkan wilayah ini sebagai penyangga BTDC.​

Sebagai daerah penyangga, pada awalnya Tanjung Benoa dinilai hanya cocok dibangun perumahan untuk menampung ribuan karyawan hotel yang bekerja di kawasan BTDC. Selain itu, pesisir kawasan Tanjung Benoa juga direncanakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas wisata tirta.​

3. Pembukaan Hotel Pertama di Nusa Dua (1980)

Tahun 1980 menandai dimulainya operasi kawasan Nusa Dua dengan dibukanya hotel pertama, yaitu Nusa Dua Beach Hotel yang memiliki 450 kamar. Pembangunan hotel ini dimulai pada tahun 1980 setelah peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah Ketut Wentra. Hotel ini selesai dalam waktu dua tahun dan mulai menerima tamu pertama pada tanggal 17 Desember 1982, meskipun peresmian baru dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 28 Mei 1983.​ [14]

Nusa Dua Beach Hotel
Nusa Dua Beach Hotel

4. Berdirinya BMR (Benoa Marine Recreation) oleh I Wayan Suweja (20 Oktober 1985)

Tanggal 20 Oktober 1985 menjadi tonggak sejarah penting dalam perkembangan wisata bahari Tanjung Benoa. Pada hari itu, PT Rekreasi Bahari Benoa atau yang lebih dikenal dengan BMR (Benoa Marine Recreation) Dive and Water Sports didirikan oleh Almarhum I Wayan Suweja.​ [15]

BMR merupakan perusahaan pertama yang merintis usaha watersport di Tanjung Benoa dan kemudian dikelola oleh keempat anaknya, termasuk Ir. I Ketut Widia yang juga berperan besar dalam membangkitkan semangat pembangunan watersport di Tanjung Benoa. Salah satu anaknya, I Nyoman Sarwana, kini menjadi pemilik bisnis keluarga tersebut.​ [16]

Atraksi wisata tirta berkembang sangat pesat sejak dibangunnya BMR. Perusahaan ini menjadi perusahaan watersport paling lengkap di Tanjung Benoa dengan 37 aktivitas yang tersedia, mulai dari parasailing, banana boat, jet ski, hingga diving dan mangrove tour.​

5. Penetapan Standar Operasional Prosedur (Pertengahan 1985)

Seiring berjalannya waktu, jumlah atraksi di Tanjung Benoa semakin bervariasi. Karena setiap permainan memiliki risiko tersendiri, maka diperlukan Standard Operasional Prosedur (SOP) yang kemudian dibuat pada pertengahan tahun 1985.​

Era Penetapan sebagai Resort Wisata Tirta (1993-2000)

1. Penetapan Tanjung Benoa sebagai Resort Wisata Tirta (SK Gubernur No.359/1993)

Atas perkembangan pesat yang terjadi, Tanjung Benoa resmi ditetapkan sebagai Resort Wisata Tirta berdasarkan SK Gubernur No.359/1993. Penetapan ini memberikan legitimasi dan dukungan pemerintah terhadap pengembangan wisata bahari di kawasan ini.​ [17]

Waktu terus berpacu, hingga dua puluh tahun setelah pembangunan BTDC dimulai, kawasan Tanjung Benoa berkembang sangat pesat. Tanah yang telah dikuasai investor kemudian dibangun hotel-hotel yang justru menjadi saingan BTDC. Di Tanjung Benoa, Anda dapat menemukan berbagai hotel dari kelas melati, bintang satu hingga bintang empat.​

2. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pesisir Pantai Tanjung Benoa (2000)

Pada tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Badung menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pesisir Pantai Tanjung Benoa. Penyusunan RTBL ini bertujuan untuk mengatur pembangunan kawasan pesisir agar tetap teratur dan berkelanjutan seiring dengan pesatnya perkembangan pariwisata di kawasan ini. [18]

Era Pemekaran Administratif (1999-2016)

1. Pemekaran Kecamatan Kuta menjadi Tiga Kecamatan (1999)

Pada tahun 1999, Kecamatan Kuta resmi dimekarkan menjadi tiga kecamatan. Dua wilayah baru yang terbentuk, statusnya masih sebagai kecamatan pembantu. Persetujuan pemekaran Kuta menjadi tiga kecamatan tertuang dalam Permendagri No. 138/2134/PUOD tertanggal 22 Juli 1999, yang kemudian ditindaklanjuti dengan SK Gubernur Bali No. 350 Tahun 1999 tertanggal 31 Juli 1999.​ [19]

Pemekaran Kecamatan Kuta ini menghasilkan Kecamatan Kuta, Kecamatan Pembantu Kuta Utara, dan Kecamatan Pembantu Kuta Selatan. Kelurahan Tanjung Benoa termasuk dalam Kecamatan Pembantu Kuta Selatan, bersama dengan Kelurahan Benoa, Kelurahan Jimbaran, Desa Ungasan, dan Desa Pecatu.​

2. Peningkatan Status menjadi Kecamatan Definitif (2001)

Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kecamatan hasil pemekaran ini kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan definitif pada tahun 2001. Peningkatan status ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan memperkuat administrasi pemerintahan daerah.​ [20]

Sehingga Kecamatan Pembantu Kuta Utara dan Kecamatan Pembantu Kuta Selatan menjadi Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta Selatan. Dengan luas wilayah 105,46 kilometer persegi, Kecamatan Kuta Selatan kini memiliki enam kelurahan/desa: Pecatu, Ungasan, Kutuh, Benoa, Tanjung Benoa, dan Jimbaran.​

3. Pembentukan Kelurahan Tanjung Benoa Definitif (2016)

Pembentukan Kelurahan Tanjung Benoa sebagai kelurahan definitif merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diimplementasikan melalui Perda Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pembentukan 16 Kelurahan di Kabupaten Badung.

Era Kontroversi dan Konservasi (2011-2019)

1. Penetapan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi (Perpres 2011)

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) 2011, Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi. Namun, pada Desember 2011, jalan tol dibangun untuk melintasi Teluk Benoa.​ [21]

2. Rencana Reklamasi Teluk Benoa (2012-2014)

Pada periode September-Desember 2012, investor properti PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) mulai menjajaki proyek reklamasi. Pada Mei 2014, status Teluk Benoa diubah menjadi kawasan budi daya melalui Perpres No.51/2014, yang berarti kawasan tersebut boleh direklamasi.​

PT TWBI berencana mereklamasi 700 hektare dari total luas 1.400 hektare area Teluk Benoa dengan cara mengeruk 23 juta kubik pasir laut di pantai Lombok, Nusa Tenggara Barat. Rencana ini memicu penolakan besar-besaran dari masyarakat Bali.​ [22]

3. Penolakan Masyarakat dan Pembatalan Reklamasi (2013-2018)

Sejak terbitnya SK Gubernur Made Mangku Pastika tentang rencana pemanfaatan pengembangan (reklamasi) wilayah perairan Teluk Benoa pada 2013, ratusan masyarakat telah melakukan demonstrasi. Aksi penolakan terus berlangsung tanpa henti hingga beberapa tahun kemudian.​

Aksi penolakan Reklamasi Tanjung Benoa
Aksi penolakan Reklamasi Tanjung Benoa. Foto: Asumsi

Pada 26 Agustus 2018, izin lokasi reklamasi yang dipegang oleh PT TWBI dianggap sudah habis tempo. Analisis dampak lingkungan (Amdal) megaproyek tersebut juga tersendat karena aspek sosio kultural dan tidak lulus kelayakan. “Amdalnya tidak lulus kelayakan, pada saat yang sama izin lokasinya tidak berlaku, maka otomatis proyek berhenti atau gagal,” kata Koordinator ForBALI, Gendo Suardana.​

4. Penetapan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim (4 Oktober 2019)

Setelah lebih dari lima tahun memicu penolakan di Bali, rencana reklamasi Teluk Benoa akhirnya dibatalkan. Keputusan itu setelah terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.46/KEPMEN-KP/2019 tentang Kawasan Konservasi Maritim (KKM) Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali yang diterbitkan pada 4 Oktober 2019.​

Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan isi SK Menteri tersebut saat jumpa pers di Denpasar pada Kamis 10 Oktober 2019. Keputusan ini menetapkan Perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim yang akan dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim dengan luas total 1.243,41 hektare.​

Teluk Benoa merupakan kawasan suci dan tempat suci masyarakat Hindu Bali berdasarkan Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat Nomor 03/Sabha Pandita Parisada/IV/2016 tanggal 9 April 2016 tentang Kawasan Suci Teluk Benoa. Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa terbagi menjadi dua zona yaitu zona inti sebanyak 15 titik suci dan zona pemanfaatan terbatas. [23]

Era Transformasi Menuju Hub Maritim Kelas Dunia (2020-2025)

1. Pembangunan Terminal Cruise Ship Baru di Pelabuhan Benoa (2017-2019)

Pada 1 Agustus 2017, Otoritas Pelabuhan Benoa mengumumkan rencana pembangunan fasilitas terminal cruise ship baru. Konstruksi dimulai pada September 2017 dengan jadwal penyelesaian awal pada Desember 2018, namun mundur hingga 2019. Terminal cruise ship baru ini memiliki kapasitas untuk menangani kapal-kapal penumpang terbesar di dunia dengan kapasitas hingga 5.000 penumpang plus 1.500 kru.​ [24]

Pada tahun 2024, pelabuhan Benoa menyambut 59 kapal cruise ship dengan 103.000 penumpang. Terminal cruise ship yang sudah beroperasi dapat menampung hingga 3 kapal cruise jumbo secara bersamaan, dengan masing-masing kapal berkapasitas hingga 9.000 penumpang.​

Terminal Cruise Ship Benoa
Terminal Cruise Ship Benoa

2. Pengembangan Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) dan Marina Mewah (2022-2025)

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang dimulai sejak 2022 merupakan inisiatif strategis nasional untuk mentransformasi Pelabuhan Benoa menjadi hub wisata maritim kelas dunia. Proyek multi-juta dolar ini dikembangkan oleh PT Pelindo melalui subholdingnya PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL).​ [25]

BMTH mencakup pembangunan marina mewah dengan 180 dermaga yang mampu menampung lebih dari 50 superyacht dengan panjang hingga 90 meter. Marina ini diproyeksikan mulai beroperasi pada paruh kedua tahun 2025, dengan soft launching ditargetkan pada Oktober 2025 dan operasional penuh pada September 2026.​

Fasilitas marina akan dilengkapi dengan standar internasional yang mengacu pada marina-marina kelas dunia di Monaco dan Perancis Selatan. Selain dermaga, BMTH juga akan memiliki yacht club, restoran, festival ground, dan yacht service station berstandar internasional yang dikelola oleh PT Marina Development Indonesia (MDI) dan PT Kharisma Anugrah Jawara Abadi (KAJA).​ [26]

3. Peluncuran Water Taxi dan Konektivitas Maritim Baru (2025)

Pada tahun 2025, diluncurkan layanan water taxi yang menghubungkan Benoa dan Tanjung Benoa. Perjalanan yang sebelumnya memakan waktu 30 menit melalui jalan darat, kini hanya membutuhkan waktu 10-15 menit melalui laut, tergantung kondisi ombak. Dermaga Tanjung Benoa diharapkan dapat mendukung lima UMKM lokal melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).​ [27]

Water Taxi Benoa
Water Taxi Benoa

Tanjung Benoa Saat Ini: Potret Demografi dan Ekonomi (2022)

Berdasarkan data profil kelurahan tahun 2022, Tanjung Benoa dihuni oleh 5.813 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.367 jiwa per km². Penduduknya terdiri dari 2.914 laki-laki dan 2.899 perempuan, dengan 1.303 kepala keluarga.​ [Demografi Tanjung Benoa]

Mayoritas penduduk (79,8% atau sekitar 4.639 jiwa) beragama Hindu, diikuti Islam (17,1% atau sekitar 994 jiwa), serta minoritas Kristen, Katolik, dan Buddha (sekitar 3% atau 180 jiwa). Tingkat pendidikan didominasi lulusan SMA (1.650 jiwa), diikuti diploma (900 jiwa) dan sarjana (261 jiwa).​

Sektor pekerjaan utama adalah karyawan swasta (2.128 jiwa), mencerminkan peran besar pariwisata di kawasan ini. Sementara itu, nelayan tradisional yang dulunya menjadi profesi dominan kini hanya berjumlah 140 jiwa. Transformasi ini menunjukkan pergeseran ekonomi dari sektor perikanan tradisional ke sektor pariwisata modern.

Potret Demografi
Potret Demografi

Kesimpulan Sejarah Tanjung Benoa

Perjalanan sejarah Tanjung Benoa selama hampir 500 tahun mencerminkan transformasi luar biasa dari pelabuhan perdagangan sederhana menjadi pusat wisata bahari bertaraf internasional. Dari kedatangan para pedagang Tionghoa pada tahun 1546 yang membangun Klenteng Caow Eng Bio, perkembangan sebagai perkampungan nelayan multietnis yang harmonis dengan lima kelompok etnis berbeda, hingga penetapan sebagai Resort Wisata Tirta pada 1993, setiap era membawa warna tersendiri dalam sejarah kawasan ini.

Era modern menandai babak baru dengan penolakan heroik masyarakat Bali terhadap rencana reklamasi yang berujung pada penetapan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim pada 2019, serta pengembangan ambisius Bali Maritime Tourism Hub yang akan menjadikan pantai Tanjung Benoa sebagai destinasi marina mewah kelas dunia pada 2025. Kesuksesan Tanjung Benoa dalam mempertahankan harmoni budaya multietnis sambil terus berinovasi dalam sektor pariwisata menjadikannya contoh unik pembangunan berkelanjutan yang menghormati nilai-nilai tradisi, lingkungan, dan kemajuan ekonomi secara bersamaan.

Bagi yang mau tanya harga watersport Tanjung Benoa & booking, silakan hubungi kami melalui WhatsApp

Timeline Sejarah Tanjung Benoa
Timeline Sejarah Tanjung Benoa

Timeline Sejarah Tanjung Benoa

±1546 – 1600-an
Era Pelabuhan Benua

Tanjung Benoa dulu bernama Benua, sebuah pelabuhan kecil tempat kapal dagang Tiongkok berlabuh. Pedagang dari Hainan berdagang keramik, sutra, dan rempah, lalu membangun Klenteng Caow Eng Bio (1548)—klenteng tertua di Bali yang didedikasikan bagi Dewi Laut Shui Wei Shen Niang.

1600 – 1900-an
Era Multietnis dan Asimilasi Budaya

Penduduk Bali dari Klungkung datang dan mulai membangun pura seperti Pura Dalem Tengkulung dan Pura Segara. Menyusul, muncul etnis Bugis (1950-an) dengan Masjid Jami’ Mujahidin, disusul etnis Jawa dan Palue (1970-an) dari Flores. Tanjung Benoa pun dikenal sebagai desa nelayan multietnis dengan harmoni lima etnis: Bali, Tionghoa, Bugis, Jawa, dan Palue.

1973 – 1985
Era Awal Wisata Tirta
  • 1973: Amir Sarafudin memperkenalkan aktivitas watersport pertama (Jet Ski & Banana Boat)
  • 1973–1980: Pemerintah membentuk BTDC Nusa Dua sebagai kawasan pariwisata internasional
  • 1985: I Wayan Suweja mendirikan BMR (Benoa Marine Recreation) — pionir watersport Bali, dengan SOP keselamatan pertama di wilayah ini
1993 – 2000
Era Pengakuan dan Regulasi Wisata
  • 1993: Tanjung Benoa resmi ditetapkan sebagai Resort Wisata Tirta lewat SK Gubernur Bali No.359/1993
  • 2000: Pemerintah Badung menyusun RTBL Pesisir Tanjung Benoa, mengatur tata bangunan dan lingkungan untuk menjaga keberlanjutan wisata bahari
1999 – 2016
Era Pemekaran Wilayah
  • 1999–2001: Kecamatan Kuta dimekarkan menjadi Kuta Selatan, mencakup Tanjung Benoa
  • 2016: Tanjung Benoa ditetapkan sebagai kelurahan definitif, memperkuat administrasi pemerintahan lokal
2011 – 2019
Era Kontroversi & Konservasi Teluk Benoa
  • 2011–2014: PT TWBI ajukan proyek reklamasi 700 ha di Teluk Benoa, memicu gelombang protes besar masyarakat Bali
  • 2019: Pemerintah pusat menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM) seluas 1.243 ha
2020 – 2025
Era Transformasi Modern
  • 2017–2019: Dibangun Terminal Cruise Ship Benoa, mampu menampung kapal berkapasitas 9.000 penumpang
  • 2022–2025: Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) dimulai, termasuk marina mewah berkapasitas 180 dermaga superyacht
  • 2025: Peluncuran Water Taxi Benoa–Tanjung Benoa
2022 – 2025
Tanjung Benoa Masa Kini

Kini, Tanjung Benoa dihuni oleh ±5.813 jiwa dari lima etnis dan lima agama. Sekitar 80% penduduk bekerja di sektor pariwisata, menggambarkan transformasi besar dari desa nelayan menjadi ikon wisata bahari kelas dunia.

Pertanyaan Umum (FAQ)

Kapan Tanjung Benoa pertama kali tercatat dalam sejarah?

Tanjung Benoa pertama kali tercatat dalam sejarah sekitar tahun 1546 sebagai pelabuhan kecil yang dikenal dengan nama “Benua”. Pada masa itu, kawasan ini digunakan oleh para pedagang dari China untuk berlabuh dan berdagang keramik serta kain sutra dengan penduduk lokal Bali.

Apa yang membuat Klenteng Caow Eng Bio istimewa?

Klenteng Caow Eng Bio yang dibangun sekitar tahun 1548 adalah klenteng tertua di Bali dan kelima tertua di Indonesia. Keistimewaannya terletak pada fakta bahwa ini adalah satu-satunya klenteng di Indonesia yang memiliki patung Dewi Laut Shui Wei Shen Niang, di mana patung sejenis hanya ada di empat negara lainnya: China, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Klenteng ini juga menjadi bukti toleransi beragama yang tinggi di Bali sejak ratusan tahun lalu.

Berapa banyak etnis yang tinggal di Tanjung Benoa dan kapan mereka datang?

Ada lima etnis utama yang tinggal di Tanjung Benoa. Etnis Tionghoa datang pertama kali sekitar abad ke-16 (1546), diikuti etnis Bali dari Klungkung pada abad ke-17, etnis Bugis sekitar tahun 1950-an, etnis Jawa tidak lama setelah etnis Bugis, dan terakhir etnis Palue dari Flores sekitar tahun 1970-an. Kelima etnis ini hidup berdampingan secara harmonis hingga saat ini.

Siapa perintis watersport pertama di Tanjung Benoa?

Amir Sarafudin, seorang prajurit TNI AL, adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep watersport di Tanjung Benoa pada tahun 1973. Awalnya hanya ada fasilitas Jet Ski dan Banana Boat, kemudian berkembang dengan pengenalan parasailing yang pada mulanya ditolak masyarakat namun akhirnya diterima setelah training staf selama 3 bulan. Kemudian pada 20 Oktober 1985, I Wayan Suweja mendirikan BMR (Benoa Marine Recreation), perusahaan watersport pertama dan paling lengkap di Tanjung Benoa.

Kapan Tanjung Benoa ditetapkan sebagai Resort Wisata Tirta?

Tanjung Benoa resmi ditetapkan sebagai Resort Wisata Tirta berdasarkan SK Gubernur No.359/1993. Penetapan ini memberikan legitimasi dan dukungan pemerintah terhadap pengembangan wisata bahari di kawasan ini setelah melihat perkembangan pesat industri watersport sejak tahun 1980-an.

Apa yang terjadi dengan rencana reklamasi Teluk Benoa?

Rencana reklamasi Teluk Benoa oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) pada 2012-2014 memicu penolakan besar-besaran dari masyarakat Bali. Rencana mereklamasi 700 hektare dari 1.400 hektare area Teluk Benoa akhirnya dibatalkan setelah izin lokasi habis tempo pada 26 Agustus 2018 dan Amdal tidak lulus kelayakan. Pada 4 Oktober 2019, Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Kepmen No.46/KEPMEN-KP/2019 yang menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim dengan luas 1.243,41 hektare.

Apa itu Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) dan kapan akan beroperasi?

Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) adalah proyek strategis nasional senilai multi-juta dolar yang dikembangkan oleh PT Pelindo untuk mentransformasi Pelabuhan Benoa menjadi hub wisata maritim kelas dunia. Proyek ini mencakup marina mewah dengan 180 dermaga yang dapat menampung lebih dari 50 superyacht hingga 90 meter, serta terminal cruise ship yang dapat menampung 3 kapal jumbo berkapasitas 9.000 penumpang sekaligus. Marina diproyeksikan mulai beroperasi pada paruh kedua tahun 2025, dengan soft launching ditargetkan Oktober 2025 dan operasional penuh September 2026.

Bagaimana kondisi demografis Tanjung Benoa saat ini?

Berdasarkan data 2022, Tanjung Benoa dihuni oleh 5.813 jiwa dengan kepadatan 1.367 jiwa/km². Komposisi penduduk terdiri dari 2.914 laki-laki dan 2.899 perempuan dalam 1.303 kepala keluarga. Mayoritas beragama Hindu (79,8%), diikuti Islam (17,1%), dan minoritas agama lain (3%). Sektor pekerjaan didominasi karyawan swasta (2.128 jiwa) yang sebagian besar bekerja di industri pariwisata, sementara nelayan tradisional hanya 140 jiwa.

Pura apa saja yang ada di Tanjung Benoa?

Tanjung Benoa memiliki beberapa pura penting sebagai tempat ibadah umat Hindu. Kahyangan Tiga meliputi Pura Desa dan Puseh yang terletak di tengah desa, serta Pura Dalem Kahyangan di sebelah barat desa. Selain itu, terdapat Pura Dalem Ning dan Pura Taman Beji di sebelah utara, Pura Segara di sebelah timur, dan Pura Taman Sari di sebelah selatan desa. Pura Dalem Tengkulung terkenal sebagai tempat memohon taksu bagi seniman dan paranormal.

Bagaimana Tanjung Benoa mempertahankan harmoni multikultural?

Keberhasilan Tanjung Benoa dalam mempertahankan harmoni di antara lima etnis berbeda (Tionghoa, Bali, Bugis, Jawa, dan Palue) tercermin dari keberadaan berbagai tempat ibadah yang berdampingan secara damai. Terdapat Klenteng Caow Eng Bio untuk umat Konghucu, berbagai pura Hindu, dan Masjid Jami’ Mujahidin untuk umat Islam, semuanya terletak berdekatan dan saling menghormati. Filosofi Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam menjadi landasan kehidupan masyarakat Tanjung Benoa.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 52

No votes so far! Be the first to rate this post.

As you found this post useful...

Follow us on social media!

Bagikan:

Artikel Terkait

Tinggalkan komentar